Categories
Artikel

DeFi dan NFT: Tren Baru dalam Dunia Crypto

source image: chatgpt

Purwokerto, 5 Mei 2025

Dunia cryptocurrency telah berkembang jauh melampaui Bitcoin. Dua inovasi yang kini menjadi pusat perhatian adalah Decentralized Finance (DeFi) dan Non-Fungible Token (NFT). Keduanya tidak hanya mengubah cara orang bertransaksi dan berinvestasi secara digital, tetapi juga membuka pintu menuju berbagai kemungkinan baru dalam ekosistem finansial dan kreativitas digital.

“Selain itu, adanya inovasi seperti Babylon Bitcoin staking, restaking Eigen Layer, identitas terdesentralisasi ENS, turut menjadi pendukung semakin menariknya sektor DeFi yang membuatnya masih memiliki potensi kuat di tahun 2025,” kata Robby kepada Liputan6.com.

Apa Itu DeFi (Decentralized Finance)?

DeFi, atau keuangan terdesentralisasi, adalah sistem keuangan berbasis blockchain yang beroperasi tanpa otoritas pusat seperti bank atau lembaga keuangan tradisional. Ini adalah revolusi dalam sektor keuangan yang memungkinkan siapa saja dengan koneksi internet untuk mengakses layanan finansial.

Perbedaan utama DeFi dengan sistem keuangan tradisional terletak pada desentralisasinya. Dalam sistem tradisional, bank dan institusi keuangan bertindak sebagai perantara yang mengontrol transaksi dan menyimpan dana nasabah. Sebaliknya, DeFi menghilangkan perantara ini dengan memanfaatkan smart contracts (kontrak pintar) yang berjalan di blockchain, terutama Ethereum.

Bayangkan DeFi sebagai bank digital tanpa kantor fisik dan tanpa pegawai. Semua operasi dijalankan oleh kode komputer yang transparan dan dapat diverifikasi oleh siapa saja. Ini memungkinkan transaksi peer-to-peer tanpa pihak ketiga, memberikan pengguna kontrol penuh atas aset mereka.

Apa Itu NFT (Non-Fungible Token)?

NFT adalah token unik yang mewakili kepemilikan atas aset digital atau fisik tertentu. Tidak seperti cryptocurrency yang bersifat “fungible” (dapat dipertukarkan), setiap NFT memiliki karakteristik unik yang membuatnya tidak dapat diganti dengan token lain.

Analoginya, jika Bitcoin adalah seperti uang kertas yang identik satu sama lain, NFT lebih seperti sertifikat kepemilikan untuk Mona Lisa digital-tidak ada dua yang persis sama, dan nilainya ditentukan oleh keunikan dan permintaan.

NFT dibangun di atas teknologi blockchain, yang memungkinkan verifikasi dan pelacakan kepemilikan secara transparan. Ethereum adalah blockchain paling populer untuk NFT, meskipun blockchain lain juga mulai mendukungnya.

Dominasi Ethereum dalam Ekosistem DeFi dan NFT

Ethereum tetap menjadi pemimpin dominan dalam DeFi, memegang lebih dari setengah dari total nilai terkunci (TVL) di seluruh jaringan blockchain. Menurut data DeFiLlama, pangsa pasar Ethereum dalam DeFi mencapai 51,42%, mencerminkan dominasinya yang berkelanjutan meskipun ada persaingan dari blockchain baru yang menawarkan kecepatan transaksi lebih cepat dan biaya lebih rendah.

Sementara itu, Solana menempati urutan kedua setelah Ethereum dalam total DeFi TVL, menyumbang 7,6% dari nilai sektor dengan $6,815 miliar dalam TVL. Bitcoin juga memegang posisi penting dengan TVL DeFi sebesar $5,183 miliar.

Dampak DeFi dan NFT Terhadap Industri Tradisional

DeFi mulai menantang supremasi institusi keuangan tradisional yang telah lama mapan, dengan miliaran transaksi dalam lima tahun terakhir. Ini memberikan akses keuangan kepada masyarakat yang sebelumnya tidak terlayani sistem perbankan, sekaligus mendorong inovasi dalam layanan keuangan.

Sementara itu, NFT telah merevolusioner dunia seni dan koleksi, memberikan seniman kontrol lebih besar atas karya mereka dan kemampuan untuk mendapatkan royalti dari penjualan sekunder. Bagi kolektor, NFT menawarkan cara baru untuk memiliki dan memperdagangkan aset digital yang langka.

DeFi dan NFT merepresentasikan langkah signifikan dalam evolusi ekosistem crypto, membuka kemungkinan baru dalam transaksi, investasi, dan kreativitas digital. Meskipun temuan menunjukkan beberapa kekurangan dalam DeFi yang mencegah adopsi secara luas, kajian literatur menunjukkan konsensus besar tentang fitur DeFi yang menjanjikan dan potensinya untuk melengkapi sistem keuangan tradisional.

Untuk para pemula dan investor muda, memahami kedua teknologi ini dapat membuka pintu ke peluang baru, tetapi pendidikan dan penelitian yang matang tetap penting sebelum terjun ke ekosistem yang berkembang pesat ini.

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

Sumber Pustaka

  1. Risius, M., & Spohrer, K. (2017). A blockchain research framework. Business & Information Systems Engineering, 59, 385–409.
  2. Analytics Steps. (2024, October 17). Decentralized finance vs Traditional finance. https://www.analyticssteps.com/blogs/decentralized-finance-vs-traditional-finance
  3. Crypto Adventure. (2025, April 10). How Smart Contracts Power the DeFi Ecosystem. https://cryptoadventure.com/community/articles/how-smart-contracts-power-the-defi-ecosystem/
  4. CoinStats. (2025, April 14). Ethereum Maintains Over 51% of DeFi Market Share as Solana and Tron Accelerate Growth. https://coinstats.app/news/e0106dfceeceb4c680295a08b9a7793494d6e3a21ba80283f71957f9f0af15b9_Ethereum-Maintains-Over-51-of-DeFi-Market-Share-as-Solana-and-Tron-Accelerate-Growth
  5. Investopedia. (2025, April 18). Non-Fungible Token (NFT): What It Means and How It Works. https://www.investopedia.com/non-fungible-tokens-nft-5115211
  6. Bankless. (2024, September 6). Aave Guide: Decentralized Lending and Borrowing on Bankless. https://www.bankless.com/read/the-bankless-guide-to-aave

Baca juga : Crypto 101: Memahami Dasar-Dasar Cryptocurrency

Penulis: Ahsan Maulana Rizqi | Editor: Tim IT Bisnis Digital | Foto: chatgpt

Categories
Artikel

Mengenal Bitcoin, Ethereum, dan Altcoin Lainnya

source image: chatgpt

Purwokerto, 2 Mei 2025

Cryptocurrency kini bukan sekadar tren, tapi sudah menjadi bagian penting dari dunia keuangan digital modern. Semakin banyak orang yang mulai berinvestasi atau menggunakan aset digital ini untuk transaksi, menyimpan nilai, atau sekadar mengikuti perkembangan teknologi. Namun, dengan ratusan bahkan ribuan jenis coin yang beredar di pasaran, wajar jika banyak pemula merasa bingung. Apa sebenarnya perbedaan antara Bitcoin, Ethereum, dan altcoin lainnya?

Untuk pemula, penting memahami tujuan berinvestasi. Apakah ingin jangka panjang, mencari potensi pertumbuhan cepat, atau hanya ikut tren? Lakukan riset, pelajari proyek di balik coin, dan pahami risikonya. Jangan asal ikut-ikutan. Dunia kripto menjanjikan, tapi tetap butuh pengetahuan dan strategi.

Apa Itu Cryptocurrency dan Mengapa Ada Banyak Jenisnya?

Cryptocurrency adalah mata uang digital yang dijamin oleh kriptografi dan berjalan di atas teknologi blockchain. Blockchain sendiri adalah sistem pencatatan terdesentralisasi yang membuat transaksi lebih transparan dan sulit dipalsukan. Tidak seperti uang biasa yang dikendalikan bank atau pemerintah, crypto memungkinkan transaksi langsung antar pengguna tanpa perantara.

Kenapa jenisnya banyak? Ada beberapa alasan utama:

  1. Inovasi teknologi
    Dunia kripto berkembang pesat. Proyek baru menawarkan pendekatan atau solusi teknis yang berbeda, seperti konsensus proof-of-stake untuk efisiensi energi atau interoperabilitas antar-blockchain. Setiap inovasi ini melahirkan coin baru. Setiap proyek kripto biasanya hadir dengan teknologi atau pendekatan baru. Misalnya, Ethereum muncul karena menawarkan fitur smart contract yang tidak dimiliki Bitcoin. Kemudian muncul proyek lain seperti Solana dan Cardano yang mengklaim memiliki kecepatan transaksi lebih tinggi atau sistem yang lebih efisien. Inovasi ini mendorong munculnya coin baru sebagai solusi atas keterbatasan coin sebelumnya.
  2. Kebutuhan khusus
    Tidak semua coin dibuat untuk fungsi umum seperti Bitcoin. Beberapa ditujukan untuk penggunaan spesifik, seperti token dalam game berbasis blockchain, NFT, atau sistem pembayaran internal di suatu platform. Ada yang fokus pada kecepatan transaksi (seperti Litecoin), keamanan dan privasi (seperti Monero atau Zcash), atau bahkan digunakan untuk ekosistem tertentu seperti NFT dan game (contohnya Axie Infinity atau Decentraland). Ini mencerminkan keragaman kebutuhan di dunia digital yang terus berkembang.
  3. Komunitas dan forking
    Banyak coin baru muncul dari proses “forking”, yaitu percabangan dari proyek yang sudah ada karena perbedaan visi atau arah pengembangan. Contohnya, Bitcoin Cash muncul dari perpecahan dalam komunitas Bitcoin mengenai cara mengatasi masalah skalabilitas. Setiap komunitas punya kekuatan untuk menciptakan coin baru yang sesuai dengan keyakinan mereka. Forking terjadi ketika komunitas pengembang atau pengguna memiliki perbedaan pandangan terhadap pengembangan coin. Proses ini menciptakan versi baru dari blockchain lama. Contoh populer adalah Bitcoin Cash yang muncul dari perpecahan komunitas Bitcoin soal kapasitas blok transaksi (Frankenfield, 2023).
  4. Imbal Hasil dan Investasi
    Tak bisa dimungkiri, banyak coin diciptakan sebagai peluang investasi. Developer merilis coin baru dengan harapan menarik investor, terutama jika coin tersebut punya fitur atau narasi menarik. Ini juga menjadi alasan kenapa pasar kripto sangat dinamis dan penuh spekulasi. Banyak coin baru dibuat sebagai sarana untuk menarik investor. Meski tidak semua memiliki nilai jangka panjang, daya tarik spekulasi dan potensi keuntungan besar membuat banyak orang tertarik. Ini juga menjelaskan mengapa pasar kripto sangat fluktuatif dan berisiko tinggi.

Bitcoin: Si Pelopor dan ‘Emas Digital’

Bitcoin adalah cryptocurrency pertama dan paling dikenal luas. Diperkenalkan pada 2009 oleh individu atau kelompok dengan nama samaran Satoshi Nakamoto, Bitcoin dirancang sebagai alat pembayaran digital yang tidak dikendalikan oleh lembaga keuangan atau pemerintah mana pun (Nakamoto, 2008). Tujuan utamanya adalah menjadi penyimpan nilai seperti emas digital, dan alat tukar yang aman serta terdesentralisasi.

Karakteristik utama Bitcoin:

  1. Desentralisasi
    Bitcoin tidak dikendalikan oleh satu entitas pun, seperti bank sentral atau pemerintah. Jaringan Bitcoin dijalankan oleh ribuan komputer (nodes) di seluruh dunia yang saling terhubung. Ini membuat sistemnya tahan sensor dan lebih sulit dimanipulasi.
  2. Jumlah Terbatas
    Total pasokan Bitcoin dibatasi hanya 21 juta coin. Tidak akan pernah ada Bitcoin lebih dari itu. Kelangkaan ini dirancang untuk meniru sifat emas dan menjadi penyimpan nilai jangka panjang. Setiap 210.000 blok, reward untuk penambang berkurang (halving), memperlambat laju penciptaan coin baru.
  3. Teknologi Blockchain
    Bitcoin menggunakan teknologi blockchain sebagai buku besar digital publik yang mencatat semua transaksi. Setiap transaksi disusun dalam blok, lalu dihubungkan satu sama lain secara kronologis. Ini memastikan transparansi dan integritas data.
  4. Anonimitas Pseudonim
    Meskipun transaksi Bitcoin bersifat publik, identitas pengguna tidak secara langsung tercantum. Pengguna hanya terlihat sebagai alamat wallet. Ini memberikan tingkat privasi, meski tidak sepenuhnya anonim seperti beberapa altcoin yang fokus pada privasi.
  5. Keamanan Tinggi
    Bitcoin diamankan oleh sistem konsensus Proof-of-Work (PoW), di mana penambang (miners) harus menyelesaikan teka-teki matematika kompleks untuk memvalidasi transaksi. Proses ini membutuhkan daya komputasi besar, tetapi membuat serangan terhadap jaringan sangat mahal dan sulit.
  6. Transparan dan Terbuka
    Semua transaksi Bitcoin dapat dilihat oleh siapa saja melalui blockchain explorer. Kode sumbernya juga bersifat open-source, artinya siapa pun dapat memeriksa, mengusulkan perubahan, atau membuat versi turunan (fork).
  7. Tanpa Perantara
    Transaksi Bitcoin dapat dilakukan dari pengguna ke pengguna lain (peer-to-peer) tanpa perlu melalui perantara seperti bank. Ini mengurangi biaya, mempercepat proses, dan memungkinkan pengiriman lintas negara tanpa batasan tradisional.
  8. Fluktuasi Harga Tinggi
    Harga Bitcoin sangat volatil. Nilainya bisa berubah drastis dalam waktu singkat. Ini membuatnya menarik bagi investor, tetapi juga berisiko tinggi, terutama bagi pemula atau pengguna yang berharap stabilitas.

Ethereum: Lebih Dari Sekadar Mata Uang

Ethereum muncul pada 2015 dan membawa konsep baru ke dunia blockchain. Selain berfungsi sebagai mata uang digital (Ether), Ethereum dirancang untuk mendukung smart contract adalah kontrak digital yang berjalan otomatis sesuai dengan aturan yang telah diprogram (Buterin, 2014). Ethereum, di sisi lain, lebih dari sekadar mata uang. Ia adalah platform blockchain yang memungkinkan pengembangan aplikasi terdesentralisasi (dApps) dan smart contracts adalah semacam perjanjian digital yang otomatis dijalankan tanpa pihak ketiga. Ether (ETH) adalah mata uang yang digunakan dalam jaringan Ethereum. Hal ini memungkinkan pengembangan aplikasi terdesentralisasi (dApps) di berbagai sektor, termasuk keuangan, logistik, hingga game. Ethereum mengubah blockchain dari sekadar sistem transaksi menjadi platform aplikasi terbuka.

Keunggulan Utama Ethereum

  1. Smart Contract (Kontrak Pintar)
    Ethereum memperkenalkan konsep smart contract, yaitu program otomatis yang berjalan di blockchain ketika kondisi tertentu terpenuhi. Kontrak ini memungkinkan transaksi dan perjanjian digital terjadi tanpa pihak ketiga, menjadikan sistem lebih efisien dan minim risiko manipulasi.
  2. Platform untuk Aplikasi Terdesentralisasi (dApps)
    Ethereum bukan hanya mata uang digital, tetapi juga platform untuk membangun aplikasi terdesentralisasi (dApps). Ribuan aplikasi blockchain, mulai dari keuangan (DeFi), game, hingga media sosial, dibangun di atas jaringan Ethereum. Ini menjadikan Ethereum tulang punggung inovasi di ruang Web3.
  3. Komunitas Pengembang yang Aktif
    Ethereum memiliki salah satu komunitas developer terbesar di dunia blockchain. Komunitas ini terus mengembangkan fitur baru, memperbaiki bug, dan menjaga keamanan jaringan. Dukungan komunitas yang kuat mendorong Ethereum tetap relevan dan progresif di tengah persaingan kripto.
  4. Interoperabilitas dan Dukungan Ekosistem
    Ethereum didukung oleh ekosistem yang luas—mulai dari dompet digital, bursa aset kripto, protokol DeFi, hingga NFT marketplace. Hal ini memudahkan pengguna dan pengembang untuk terlibat tanpa harus membangun dari nol. Proyek baru cenderung kompatibel dengan Ethereum karena standarnya sudah diadopsi luas (seperti token ERC-20 dan ERC-721).
  5. Transparan dan Open Source
    Seluruh kode Ethereum bersifat open source, artinya siapa pun bisa melihat, memeriksa, atau bahkan berkontribusi pada pengembangan. Transparansi ini membangun kepercayaan, baik dari pengguna maupun dari institusi yang mulai tertarik menggunakan teknologi blockchain.
  6. Transisi ke Proof-of-Stake (PoS)
    Dengan pembaruan Ethereum 2.0, jaringan Ethereum mulai beralih dari mekanisme Proof-of-Work ke Proof-of-Stake. Ini mengurangi konsumsi energi secara signifikan, meningkatkan skalabilitas, dan membuat jaringan lebih ramah lingkungan dibandingkan pendahulunya.
  7. Fleksibel dan Adaptif
    Ethereum dirancang sebagai platform umum yang fleksibel. Artinya, siapa pun dapat menciptakan logika bisnis atau sistem ekonomi baru di atasnya tanpa harus menciptakan blockchain sendiri. Fleksibilitas ini adalah alasan utama mengapa Ethereum tetap dominan meskipun banyak pesaing bermunculan.

Altcoin Lainnya: Ragam Tujuan dan Inovasi

Altcoin merupakan istilah untuk semua cryptocurrency selain Bitcoin. Jumlah dan ragamnya sangat luas. Beberapa altcoin muncul sebagai inovasi dari keterbatasan Bitcoin, seperti kecepatan transaksi, efisiensi energi, atau fitur privasi tambahan (Antonopoulos & Wood, 2018). Altcoin (alternative coins) mencakup semua mata uang kripto selain Bitcoin. Beberapa diciptakan dengan fitur unik atau keunggulan teknis tertentu, seperti kecepatan transaksi lebih tinggi, biaya lebih rendah, atau fokus pada privasi. Contohnya, Litecoin dikembangkan untuk transaksi lebih cepat, Monero menekankan anonimitas, sementara Solana dan Cardano bersaing di bidang efisiensi dan skalabilitas.

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

Sumber Pustaka

  1. Antonopoulos, A. M., & Wood, G. (2018). Mastering Ethereum: Building smart contracts and DApps. O’Reilly Media.
  2. Buterin, V. (2014). A next-generation smart contract and decentralized application platform. Ethereum Foundation. https://ethereum.org/en/whitepaper/
  3. Frankenfield, J. (2023). Altcoin Definition. Investopedia. https://www.investopedia.com/terms/a/altcoin.asp
  4. Nakamoto, S. (2008). Bitcoin: A peer-to-peer electronic cash system. https://bitcoin.org/bitcoin.pdf

Baca juga : Crypto 101: Memahami Dasar-Dasar Cryptocurrency

Penulis: Ahsan Maulana Rizqi | Editor: Tim IT Bisnis Digital | Foto: chatgpt

Categories
Artikel

Apa Itu Cyber Security? Konsep, Pilar Utama dan Jenis Jenisnya

source image: chatgpt

Purwokerto, 1 Mei 2025

Dalam dekade terakhir, transformasi digital telah mengubah wajah bisnis global, termasuk diIndonesia. UMKM, startup, dan pelaku bisnis online semakin bergantung pada teknologi untukoperasional sehari-hari. Namun, di balik kemudahan tersebut, ancaman kejahatan siber sepertipencurian data, phishing, dan ransomware terus meningkat. Menurut laporan Kaspersky, padatahun 2020 saja, UMKM Indonesia mengalami lebih dari 744.518 serangan siber.Pada tahun 2020, 45% UMKM di Asia Tenggara mengalami gangguan operasional akibatserangan siber, dengan kerugian rata-rata mencapai Rp 1,2 miliar per insiden. Ancaman initidak hanya merusak reputasi tetapi juga mengganggu stabilitas finansial. Misalnya, seranganransomware dapat mengenkripsi data penting hingga bisnis tidak bisa beroperasi tanpamembayar tebusan.

Artikel iniakan membahas dasar-dasar keamanan siber, jenis ancaman yang perlu diwaspadai, sertalangkah praktis untuk melindungi bisnis dan data pribadi di era digital.
Keamanan siber (cyber security) merujuk pada serangkaian praktik, teknologi, dan proseduryang dirancang untuk melindungi sistem komputer, jaringan, perangkat lunak, dan data dariancaman digital.Tujuannya adalah mencegah akses tidak sah, mengamankan informasisensitif, dan memastikan kelancaran operasional bisnis. Konsep ini tidak hanya mencakup aspekteknis seperti enkripsi atau firewall, tetapi juga melibatkan kesadaran pengguna dalammengidentifikasi risiko seperti phishing atau manipulasi sosial.

Memahami Konsep Dasar Keamanan Siber

Cyber security, atau keamanan siber, adalah praktik melindungi sistem komputer, jaringan, perangkat, dan data dari serangan digital. Dalam era digital saat ini, keamanan siber menjadi hal yang sangat penting karena ancaman siber tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada organisasi besar, institusi pemerintahan, bahkan keamanan nasional (Andress, 2014).

Salah satu konsep inti dalam cyber security adalah CIA Triad, yang terdiri dari Confidentiality, Integrity, dan Availability. Confidentiality memastikan bahwa informasi hanya dapat diakses oleh pihak yang memiliki izin. Integrity menjaga agar data tidak diubah tanpa otorisasi. Sementara itu, Availability menjamin bahwa data dan sistem dapat diakses kapan pun dibutuhkan oleh pengguna yang sah (Stallings & Brown, 2018). Ketiga prinsip ini membentuk fondasi dari semua kebijakan dan praktik keamanan informasi. Selain itu, penting juga memahami perbedaan antara threats, vulnerabilities, dan risks. Threats adalah potensi bahaya, seperti malware atau peretas. Vulnerabilities adalah kelemahan sistem yang dapat dieksploitasi. Risks merupakan kemungkinan suatu ancaman memanfaatkan kerentanan dan menimbulkan kerugian (Whitman & Mattord, 2022).

Dua konsep penting lainnya adalah authentication dan authorization. Authentication adalah proses untuk memverifikasi identitas pengguna, sementara authorization menentukan hak akses setelah pengguna terautentikasi (Tipton & Krause, 2007). Keduanya penting untuk memastikan keamanan akses terhadap sistem informasi. Selain itu, berbagai jenis serangan siber seperti phishing, ransomware, DDoS, dan social engineering harus dipahami sebagai bagian dari upaya perlindungan digital. Pengetahuan dasar ini memungkinkan individu dan organisasi untuk mengambil langkah pencegahan yang tepat.

Tiga Pilar Utama Keamanan Siber

Keamanan siber tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada keseimbangan antara tiga elemen kunci: personel, proses, dan teknologi. Ketiganya harus berjalan selaras agar sistem keamanan informasi benar-benar efektif.

  1. Personel 
    Manusia sering dianggap sebagai titik terlemah dalam keamanan siber. Karyawan yang kurang terlatih atau tidak sadar risiko bisa menjadi celah masuk bagi serangan seperti phishing atau social engineering. Oleh karena itu, pelatihan keamanan siber secara rutin sangat penting. Edukasi membantu menciptakan budaya keamanan yang membuat setiap individu sadar akan perannya dalam menjaga data organisasi (Whitman & Mattord, 2022). Selain itu, personel keamanan TI juga harus memiliki keahlian dan pembaruan pengetahuan yang terus-menerus.
  2. Proses
    Proses merujuk pada kebijakan, prosedur, dan standar yang mengatur bagaimana keamanan dijalankan dalam organisasi. Ini termasuk manajemen risiko, kontrol akses, penanganan insiden, dan audit keamanan. Proses yang kuat memastikan bahwa tindakan keamanan tidak bergantung pada individu semata, melainkan dijalankan secara sistematis dan konsisten (Tipton & Krause, 2007). Tanpa proses yang jelas, bahkan teknologi terbaik pun bisa gagal melindungi sistem.
  3. Teknologi
    Teknologi menyediakan alat untuk mendeteksi, mencegah, dan merespons ancaman siber. Ini mencakup firewall, antivirus, enkripsi, sistem deteksi intrusi, dan banyak lagi. Namun, teknologi hanyalah alat; efektivitasnya tergantung pada bagaimana ia digunakan oleh personel dalam kerangka proses yang tepat (Stallings & Brown, 2018). Ketergantungan berlebihan pada teknologi tanpa mendukung personel dan proses justru menciptakan ilusi keamanan.

Jenis-Jenis Ancaman Siber yang Harus Diwaspadai

  1. Malware
    Malware, singkatan dari malicious software, adalah perangkat lunak berbahaya yang dirancang untuk merusak, mencuri, atau mengganggu sistem komputer. Jenis malware mencakup virus, worm, trojan, ransomware, dan spyware. Malware biasanya menyebar melalui lampiran email, situs web berbahaya, atau perangkat yang terinfeksi (Stallings & Brown, 2018). Ransomware, salah satu jenis malware paling merusak, mengenkripsi data korban dan meminta tebusan untuk membukanya kembali.
  2. Phishing
    Phishing adalah upaya menipu korban agar memberikan informasi sensitif, seperti kata sandi atau nomor kartu kredit, dengan menyamar sebagai entitas tepercaya. Biasanya dilakukan melalui email atau pesan palsu yang tampak sah. Phishing sering menjadi pintu masuk awal bagi serangan yang lebih besar, termasuk pencurian identitas atau akses tidak sah ke sistem organisasi (Whitman & Mattord, 2022).
  3. Social Engineering
    Social engineering adalah manipulasi psikologis yang memanfaatkan kelemahan manusia untuk mendapatkan akses ke informasi atau sistem. Contohnya termasuk penipu yang berpura-pura menjadi teknisi IT dan meminta kredensial login, atau rekayasa sosial melalui telepon. Ancaman ini sulit dideteksi karena tidak selalu melibatkan teknologi, melainkan eksploitasi terhadap kepercayaan manusia (Andress, 2014).
  4. Man-in-the-Middle (MitM)
    Serangan MitM terjadi ketika penyerang diam-diam mencegat dan mungkin mengubah komunikasi antara dua pihak tanpa sepengetahuan mereka. Misalnya, ketika pengguna terhubung ke Wi-Fi publik tanpa enkripsi, penyerang bisa menyadap lalu lintas data yang dikirimkan. Ini bisa menyebabkan pencurian data login, informasi keuangan, atau pengalihan transaksi (Tipton & Krause, 2007).

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

Referensi:

  1. Andress, J. (2014). The Basics of Information Security: Understanding the Fundamentals of InfoSec. Syngress.
  2. Stallings, W., & Brown, L. (2018). Computer Security: Principles and Practice (4th ed.). Pearson.
  3. Tipton, H. F., & Krause, M. (2007). Information Security Management Handbook (6th ed.). Auerbach Publications.
  4. Whitman, M. E., & Mattord, H. J. (2022). Principles of Information Security (7th ed.). Cengage Learning.

Baca juga : Strategi Personal Selling dan Direct Marketing: Meningkatkan Omzet Penjualan

Penulis: Ahsan Maulana Rizqi | Editor: Tim IT Bisnis Digital | Foto: chatgpt

Jl. D.I Panjaitan No. 128 Purwokerto 53147, Jawa Tengah – Indonesia

Telp

Email

: 0281-641629

Copyright ©2024 All Rights Reserved By Telkom University