Apa Itu Cyber Security? Konsep, Pilar Utama dan Jenis Jenisnya

source image: chatgpt

Purwokerto, 1 Mei 2025

Dalam dekade terakhir, transformasi digital telah mengubah wajah bisnis global, termasuk diIndonesia. UMKM, startup, dan pelaku bisnis online semakin bergantung pada teknologi untukoperasional sehari-hari. Namun, di balik kemudahan tersebut, ancaman kejahatan siber sepertipencurian data, phishing, dan ransomware terus meningkat. Menurut laporan Kaspersky, padatahun 2020 saja, UMKM Indonesia mengalami lebih dari 744.518 serangan siber.Pada tahun 2020, 45% UMKM di Asia Tenggara mengalami gangguan operasional akibatserangan siber, dengan kerugian rata-rata mencapai Rp 1,2 miliar per insiden. Ancaman initidak hanya merusak reputasi tetapi juga mengganggu stabilitas finansial. Misalnya, seranganransomware dapat mengenkripsi data penting hingga bisnis tidak bisa beroperasi tanpamembayar tebusan.

Artikel iniakan membahas dasar-dasar keamanan siber, jenis ancaman yang perlu diwaspadai, sertalangkah praktis untuk melindungi bisnis dan data pribadi di era digital.
Keamanan siber (cyber security) merujuk pada serangkaian praktik, teknologi, dan proseduryang dirancang untuk melindungi sistem komputer, jaringan, perangkat lunak, dan data dariancaman digital.Tujuannya adalah mencegah akses tidak sah, mengamankan informasisensitif, dan memastikan kelancaran operasional bisnis. Konsep ini tidak hanya mencakup aspekteknis seperti enkripsi atau firewall, tetapi juga melibatkan kesadaran pengguna dalammengidentifikasi risiko seperti phishing atau manipulasi sosial.

Memahami Konsep Dasar Keamanan Siber

Cyber security, atau keamanan siber, adalah praktik melindungi sistem komputer, jaringan, perangkat, dan data dari serangan digital. Dalam era digital saat ini, keamanan siber menjadi hal yang sangat penting karena ancaman siber tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada organisasi besar, institusi pemerintahan, bahkan keamanan nasional (Andress, 2014).

Salah satu konsep inti dalam cyber security adalah CIA Triad, yang terdiri dari Confidentiality, Integrity, dan Availability. Confidentiality memastikan bahwa informasi hanya dapat diakses oleh pihak yang memiliki izin. Integrity menjaga agar data tidak diubah tanpa otorisasi. Sementara itu, Availability menjamin bahwa data dan sistem dapat diakses kapan pun dibutuhkan oleh pengguna yang sah (Stallings & Brown, 2018). Ketiga prinsip ini membentuk fondasi dari semua kebijakan dan praktik keamanan informasi. Selain itu, penting juga memahami perbedaan antara threats, vulnerabilities, dan risks. Threats adalah potensi bahaya, seperti malware atau peretas. Vulnerabilities adalah kelemahan sistem yang dapat dieksploitasi. Risks merupakan kemungkinan suatu ancaman memanfaatkan kerentanan dan menimbulkan kerugian (Whitman & Mattord, 2022).

Dua konsep penting lainnya adalah authentication dan authorization. Authentication adalah proses untuk memverifikasi identitas pengguna, sementara authorization menentukan hak akses setelah pengguna terautentikasi (Tipton & Krause, 2007). Keduanya penting untuk memastikan keamanan akses terhadap sistem informasi. Selain itu, berbagai jenis serangan siber seperti phishing, ransomware, DDoS, dan social engineering harus dipahami sebagai bagian dari upaya perlindungan digital. Pengetahuan dasar ini memungkinkan individu dan organisasi untuk mengambil langkah pencegahan yang tepat.

Tiga Pilar Utama Keamanan Siber

Keamanan siber tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada keseimbangan antara tiga elemen kunci: personel, proses, dan teknologi. Ketiganya harus berjalan selaras agar sistem keamanan informasi benar-benar efektif.

  1. Personel 
    Manusia sering dianggap sebagai titik terlemah dalam keamanan siber. Karyawan yang kurang terlatih atau tidak sadar risiko bisa menjadi celah masuk bagi serangan seperti phishing atau social engineering. Oleh karena itu, pelatihan keamanan siber secara rutin sangat penting. Edukasi membantu menciptakan budaya keamanan yang membuat setiap individu sadar akan perannya dalam menjaga data organisasi (Whitman & Mattord, 2022). Selain itu, personel keamanan TI juga harus memiliki keahlian dan pembaruan pengetahuan yang terus-menerus.
  2. Proses
    Proses merujuk pada kebijakan, prosedur, dan standar yang mengatur bagaimana keamanan dijalankan dalam organisasi. Ini termasuk manajemen risiko, kontrol akses, penanganan insiden, dan audit keamanan. Proses yang kuat memastikan bahwa tindakan keamanan tidak bergantung pada individu semata, melainkan dijalankan secara sistematis dan konsisten (Tipton & Krause, 2007). Tanpa proses yang jelas, bahkan teknologi terbaik pun bisa gagal melindungi sistem.
  3. Teknologi
    Teknologi menyediakan alat untuk mendeteksi, mencegah, dan merespons ancaman siber. Ini mencakup firewall, antivirus, enkripsi, sistem deteksi intrusi, dan banyak lagi. Namun, teknologi hanyalah alat; efektivitasnya tergantung pada bagaimana ia digunakan oleh personel dalam kerangka proses yang tepat (Stallings & Brown, 2018). Ketergantungan berlebihan pada teknologi tanpa mendukung personel dan proses justru menciptakan ilusi keamanan.

Jenis-Jenis Ancaman Siber yang Harus Diwaspadai

  1. Malware
    Malware, singkatan dari malicious software, adalah perangkat lunak berbahaya yang dirancang untuk merusak, mencuri, atau mengganggu sistem komputer. Jenis malware mencakup virus, worm, trojan, ransomware, dan spyware. Malware biasanya menyebar melalui lampiran email, situs web berbahaya, atau perangkat yang terinfeksi (Stallings & Brown, 2018). Ransomware, salah satu jenis malware paling merusak, mengenkripsi data korban dan meminta tebusan untuk membukanya kembali.
  2. Phishing
    Phishing adalah upaya menipu korban agar memberikan informasi sensitif, seperti kata sandi atau nomor kartu kredit, dengan menyamar sebagai entitas tepercaya. Biasanya dilakukan melalui email atau pesan palsu yang tampak sah. Phishing sering menjadi pintu masuk awal bagi serangan yang lebih besar, termasuk pencurian identitas atau akses tidak sah ke sistem organisasi (Whitman & Mattord, 2022).
  3. Social Engineering
    Social engineering adalah manipulasi psikologis yang memanfaatkan kelemahan manusia untuk mendapatkan akses ke informasi atau sistem. Contohnya termasuk penipu yang berpura-pura menjadi teknisi IT dan meminta kredensial login, atau rekayasa sosial melalui telepon. Ancaman ini sulit dideteksi karena tidak selalu melibatkan teknologi, melainkan eksploitasi terhadap kepercayaan manusia (Andress, 2014).
  4. Man-in-the-Middle (MitM)
    Serangan MitM terjadi ketika penyerang diam-diam mencegat dan mungkin mengubah komunikasi antara dua pihak tanpa sepengetahuan mereka. Misalnya, ketika pengguna terhubung ke Wi-Fi publik tanpa enkripsi, penyerang bisa menyadap lalu lintas data yang dikirimkan. Ini bisa menyebabkan pencurian data login, informasi keuangan, atau pengalihan transaksi (Tipton & Krause, 2007).

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

Referensi:

  1. Andress, J. (2014). The Basics of Information Security: Understanding the Fundamentals of InfoSec. Syngress.
  2. Stallings, W., & Brown, L. (2018). Computer Security: Principles and Practice (4th ed.). Pearson.
  3. Tipton, H. F., & Krause, M. (2007). Information Security Management Handbook (6th ed.). Auerbach Publications.
  4. Whitman, M. E., & Mattord, H. J. (2022). Principles of Information Security (7th ed.). Cengage Learning.

Baca juga : Strategi Personal Selling dan Direct Marketing: Meningkatkan Omzet Penjualan

Penulis: Ahsan Maulana Rizqi | Editor: Tim IT Bisnis Digital | Foto: chatgpt

Related Post

Jl. D.I Panjaitan No. 128 Purwokerto 53147, Jawa Tengah – Indonesia

Telp

Email

: 0281-641629

Copyright ©2024 All Rights Reserved By Telkom University